Wednesday 12 August 2009

GUNUNG MERBABU

0 comments


Gunung Merbabu banyak orang bilang adalah pasangannya Gunung Merapi. Orang sekitar Taman Nasional Merapi Merbabu menyebut Gunung Merapi sebagai gunung lanang ( laki-laki ) dan Gunung Merbabu sebagai gunung wadon ( wanita ). Memang kedua gunung tersebut bila dilihat dari barat atau timur tampak bergandengan. Gunung Merapi di sebelah selatan dan Gunung Merbabu di sebelah Utara. Di tengah antara keduanya terdapat sebuah kota kecamatan Selo yang masuk dalam kabupaten Boyolali. Selo sendiri adalah kata jawa yang berarti celah.

Para pendaki yang menyukai pendakian estafet dapat melakukan pendakian Gunung Merapi dan Gunung Merbabu sekaligus. Rutenya : naik Merapi dari Kinahrejo dan turun lewat Selo ( Dusun Plalangan ) kemudian dilanjutkan mendaki Merbabu melalui Dusun Genting dan berakhir di jalur Takelan.
Gunung Merbabu merupakan gunung berapi jenis stratovolcano dengan ketinggian 3145 mdpl. Terletak di antara 3 kabupaten yaitu : Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang. Walau pernah beberapa kali meletus, sekarang gunung ini sedang tertidur ( sleeping mountain ). Letusan terakhir terjadi pada tahun 1968. Gunung ini memiliki 5 buah kawah yaitu : kawah Candradimuka, kawah Kumbang, kawah Kendang, kawah Rebab dan kawah Sambernyawa.

Terdapat cukup banyak jalur yang bisa digunakan untuk mendaki ke puncak Merbabu. Jalur utama adalah jalur Takelan di kecamatan Kopeng Salatiga yang terletak di sisi barat laut. Jalur lain yang sering digunakan ialah Jalur Selo di sisi selatan yang masuk dalam Kabupaten Boyolali. Selain itu juga ada jalur lain yang bisa dan cukup sering di pakai seperti Jalur Wekas di sisi barat ( Magelang ), jalur Candisari di sisi timur ( Ampel, Boyolali ).

JALUR SELO
Pendaki dari arah Boyolali atau Magelang berhenti di depan Polsek Selo atau Lapangan Selo. Di seberang Polsek atau lapangan Selo terdapat banyak warung yang menjual perbekalan mulai dari makanan, minuman dan peralatan mendaki tambahan seperti spitus dan jerigen air. Memang warung-warung itu masih terletak di lingkungan Pasar Selo. Untuk mencapai gerbang atau basecamp pendakian Merbabu, pendaki harus berjalan kaki atau naik mobil sayur atau bisa juga dengan ojek ke utara menuju Dusun Genting yang merupakan Basecamp. Jaraknya cukup jauh dan menanjak, kurang lebih 3 km. Jadi bila diputuskan berjalan kaki butuh tenaga yang ekstra untuk menempuh selama kurang lebih 45 menit-1 jam, namun kita akan berjumpa dengan penduduk sekitar yang ramah-ramah.

Selain itu kita juga dapat menikmati gagahnya sang Merapi di seberang selatan. Bila dengan mobil sayur atau ojek hanya perlu waktu 15 menit.

Di Dusun Genting kita bisa meminjam rumah warga sebagai basecamp. Sebaiknya kita membawa perbekalan air yang banyak dengan mengambil dari sumur warga. Karena sepanjang jalur perndakian tidak terdapat sumber air. Selain tidak terdapatnya sumber air, jalur pendakian Selo berupa jalan setapak tanah. Jadi bila kita mendaki saat musim hujan, medannya cukup licin. Sedang bila mendaki pada musim kemarau, medannya menjadi sangat berdebu.
Setelah terlebih dahulu membayar restribusi di gerbang, segera kita akan memasuki daerah hutan yang cukup rimbun dan hal ini akan terus kita temui sampai hampir mencapai Pos III.

Dari gerbang menuju Pos I membutuhkan waktu tempuh kurang lebih selama 1 jam dengan melalui jalan setapak yang cukup landai di dalam hutan. Pos I berada di sisi kanan jalur pendakian berupa tanah yang cukup lapang untuk mendirikan 3 buah tenda. Memang tidak terdapat bangunan di sini.

Dari Pos I ke Pos II dapat ditempuh selama kurang lebih 1,5 jam. Medan yang dilalui masih cukup landai. Namun setelah mencapai setengah perjalanan, medan akan mulai sedikit menanjak. Pos II berada di sebuah bukit kecil atau lebih tepat gundukan tanah dan tempatnya sedikit terbuka. Tepat di bawah sebelum Pos II kita akan menemui jalan terjal setinggi kurang lebih 3 m dengan kemiringan 70 derajat. jadi pendaki perlu berhati-hati karena sangat licin. Di pos II juga tidak terdapat bangunan, yang ada hanyalah semak-semak dan rumputan tinggi yang dapat dipakai untuk berlindung dari angin.

Menuju Pos III, dari Pos II butuh waktu kurang lebih 1,5 jam. Mulai dari sini sebaiknya pendaki lebih berhati-hati. Karena kita akan berjalan tepat di sisi kanan dan kiri jalur berupa jurang yang cukup dalam. Memang jurang tersebut kurang begitu terlihat, sebab tertutup oleh semak-semak dan dahan pohon. Bila kita melihatnya seolah seperti tanah, namun bila di injak akan ambles. Jadi sebaiknya bila beristirahat dalam perjalanan menuju Pos III, kita memilih duduk di jalan setapak tadi.

Di kanan-kiri jalur dapat dijumpai pula beberapa tanah lapang yang cukup menampung 1 tenda untuk istirahat. Tetapi sekali lagi berhati-hatilah.

Begitu akan mencapai Pos III, kita akan keluar dari lebatnya hutan menuju tanah lapang dengan tumbuhan ilalang yang cukup tinggi. Berarti kita telah sampai di Sabana I. Pos III akan terlihat setelah kita melewati rimbunnya ilalang berupa sebongkah batu besar dengan diameter sekitar 2 m yang disebut batu tulis. Sabana I ini sering dipakai tempat pelaksanaan upacara Bendera pada 17 Agustus. Dan uniknya, pelaksanaan upacara bendera tersebut hampir selalu dipimpin oleh Bapak Camat Selo.

Dari batu tulis menuju Pos IV akan melalui sabana dengan jalur yang mulai menanjak. Dari sini kita akan melihat betapa gagahnya Gunung Merapi di sebelah Selatan. Sosoknya seperti raksasa yang muncul dari balik sabana. Setelah berjalan sekitar 1 jam kita akan sampai ke Sabana II. Sabana II berupa tanah lapang yang cukup luas dengan beberapa kumpulan pohon Edelwis. Dari sini puncak tertinggi Gunung Merbabu ( Kenteng Songo ) sudah terlihat. Namun banyak pendaki yang akan menghela nafas panjang begitu melihat ke arah puncak. Karena nampak pula jalur pendakian ke puncak yang begitu terjal dan jauh. Pos IV terdapat di sisi kanan jalur pendakian hanya berupa tanda sebongkah batu berdiameter 40 cm di lereng yang curam.

Untuk menuju puncak, dari Pos IV butuh waktu sekitar 1-1,5 jam. Setelah melewati Pos IV, pendaki akan bertemu sebuah lembah yang ditumbuhi oleh rumbut-rumput besar yang berbentuk lingkaran. Lingkaran-lingkaran rumput tadi tampak begitu unik.

Setelah itu kita akan berjumpa sebuah turunan, di mana tepat di bawah turunan terdapat kumpulan pohon Edelwis yang memiliki ketinggian rata-rata 2 m. Kita akan berjalan tepat di bawah pohon Edelwis itu. Selain itu, di sini juga cocok sebagai tempat untuk mendirikan tenda atau untuk berlindung dari kencanganya angin.

Dari kumpulan pohon Edelwis tadi, untuk menuju puncak kita tinggal melewati satu bukit yang cukup tinggi dan terjal yang akan langsung akan mengantar kita ke Puncak Kenteng Songo. Butuh waktu 0,5 jam untuk melewatinya. Karena medannya cukup terjal dengan kemiringan 60 derajat. Biasanya para pendaki menerapkan cara 10:1. Maksudnya ialah berjalan sebanyak 10 langkah kemudian berhenti selama 0,5-1 menit untuk mengambil nafas. Puncak Kenteng Songo merupakan puncak tertinggi Gunung Merbabu yang memiliki 3 buah puncak.

Puncak Merbabu berupa tanah datar seluas kurang lebih 100 m2. Tidak terdapat tugu tinggi sebagai penanda puncak, yang ada hanyalah tugu kecil.


Kenteng Songo terdiri dari kata kenteng yang berarti batu berlubang dan songo yang berarti sembilan. jadi Kenteng Songo berarti sembilan batu berlubang. Batu itu tersebar merata di puncak Merbabu. Lima di Pasar Bubrah yaitu bukit di sebelah puncak Kenteng Songo, dan empat lagi di Kenteng Songo.

Pemandangan dari sini sangatlah menakjubkan, di utara kita bisa melihat Gunung Ungaran, Gunung Andong, Gunung Kukusan dan tak ketinggalan Rawa Pening.
Tampak pula sebuah bukit di sisi Timur Laut sebagai Puncak Syarif dan jalur pendakian dari arah Takelan.
Di sisi Barat tambak Gunung Sindoro-Sumbing dan Gunung Slamet nan jauh.






Di timur tampak puncak Gunung Lawu.








Dan tak ketinggalan pula Gunung Merapi yang elok di sisi selatan.

Sunday 9 August 2009

GUNUNG MERAPI

0 comments


Dengan ketinggian 2910 mdpl, Gunung Merapi termasuk dalam kelompok gunung berapi teraktif di dunia. Sehabis erupsi terakhir di tahun 2006, gunung ini semakin bertambah tinggi. Kubah lava baru yang terbentuk di atas kubah lama memiliki ketinggian lebih dari 150 m. Secara administratif gunung ini terletak di 2 Propinsi yaitu Jawa Tengah ( Kabupaten Klaten, Boyolali dan Magelang ) dan DI Yogyakarta. Gunung ini tidak hanya menarik hati para pendaki, namun juga para peneliti maupun ilmuan dari berbagai bidang ilmu ( Geologi, Vulkanologi, Geokimia maupun Biologi ). Bersama dengan Gunung Merbabu di sebelah utaranya, sekarang Gunung Merapi berstatus sebagai Taman Nasional Gunung Merapi Merbabu. Gunung yang sangat terkenal dengan " wedhus gembel " ini merupakan gunung berapi tipe stratovolcano.
Kata Merapi berasal dari kata meru yang berarti gunung dan kata api, sehingga artinya adalah gunung berapi. Ciri khas di Gunung Merapi ialah angin kencang yang dingin namun kering, sehingga para pendaki sebaiknya sering menggunakan pelembab wajah.

Ada banyak jalur pendakian yang bisa dilalui oleh para pendaki, antara lain Jalur Selo ( Boyolali ), Jalur Kinahrejo ( Sleman ), Jalur Babadan ( Magelang ), dan Jalur Ndeles ( Klaten ). Namun yang paling populer hanya 2, yaitu Jalur Selo dan Jalur Kinahrejo. Untuk saat ini Jalur Kinahrejo medannya menjadi sangat sulit setelah erupsi pada tahun 2006.

JALUR SELO

Pendakian sebaiknya melalui Jalur Selo. Pertimbangannya adalah saat ini kawah atau kubah lava Merapi berada dan menghadap ke Selatan. Sedangkan Jalur Selo berada di sisi Utara Gunung Merapi yang relatif aman dari terjangan lava atau awan panas. Selama perjalanan kita dapat menikmati pemandangan Gunung Merbabu di sisi Utara. dari kota Solo, pendaki bisa menggunakan bus jurusan Solo-Semarang, setelah masuk kota Boyolali turun di perempatan ke Selo dan naik bus kecil ke Selo. Sedang dari ari kota Magelang, transportasi yang menuju Selo sedikit tersedia. Basecamp Merapi berada di dusun Plalangan, Desa Lencoh, Kecamatan Selo. Dari jalan raya Selo-Ketep cukup berjalan 30 menit melalui jalan desa yang beraspal. Kita bisa menggunakan rumah penduduk atau masjid sebagai basecamp, namun terlebih dahulu maminta ijin. Selain itu kita juga bisa melakukan persiapan ulang di lokasi gardu pandang New Selo.

Perjalanan dari gardu pandang New Selo ke Pos I dapat ditempuh selama kurang lebih 45 menit melalui perkebunan tembakau dan kol yang dikelola oleh warga sekitar. Setelah melewati perkebunan, kita akan memasuki hutan pinus. Mendekati Pos I kita akan melewati batu-batu besar.

Menuju Pos II memerlukan waktu 1 jam dari Pos I, melewati medan batuan yang terjal dan angin yang kencang. Dari sini kita dapat melihat indahnya gemerlap lampu kota Boyolali disaat malam.

Dari Pos II perjalanan dilanjutkan ke Tugu selama 1,5 - 2 jam. Tugu setinggi 1,5 m itu terletak di atas bukit.

Perjalanan dari Tugu ke Pasar Bubrah dapat ditempuh selama 15-25 menit. Sebelum mencapai Pasar Bubrah kita akan melewati sebuah bukit yang terdapat sebuah memoriam. Pasar Bubrah atau sebutan lainnya Pelawangan adalah batas antar vegetasi dan batuan. Kenapa disebut Pasar Bubrah? Di tempat yang merupakan sebuah lembah ini terdapat banyak sekali batu-batu besar seukuran mobil sampai rumah. Batu-batu itu berserakan, tersebar di seluruh lembah itu menyerupai pasar tradisional namun berantakan ( bubrah ).

Perjalanan dari Pasar Bubrah ke Puncak Garuda dapat ditempuh selama 1-1,5 jam dengan mendaki Kubah Merapi. Kubah itu memiliki ketinggian kurang lebih 400 m dari lembah dengan kemiringan 45-50 derajat. Tersusun dari pasir, batu kecil sampai batu-batu yang besar. Sebaiknya pendakian dilakukan setelah matahari terbit. Hal tersebut dimaksudkan agar saat mendaki kubah Merapi, para pendaki dapat melihat ada tidak batu yang longsor atau jatuh yang bisa membuat mereka celaka. Tentu saja hal ini sangat sulit untuk dilakukan disaat malam hari. Selain itu, untuk mendaki ataupun turun sebaiknya melalui sisi kanan atau barat dari kubah. Sisi kanan dari kubah Merapi tersusun atas batu-batu yang besar dan lebih stabil. Berbeda dari sisi timur yang tersusun atas kerikil dan pasir yang mudah longsor. Pendaki juga perlu ekstra berhati-hati saat menemui celah di antara batu-batu besar yang terkadang menyemburkan asap belerang yang panas dan di tenggorokan terasa mencekik. Pada umumnya celah yang menyemburkan asap belerang, pada tepiannya terdapat sisa-sisa belerang berwarna putih kekuning-kuningan. Namun sekali lagi kehati-hatian tetap dibutuhkan. Jangan sampai saat mendaki atau menuruni kubah Merapi, pendaki yang berada di paling atas menjatuhkan sebongkah batu. Efeknya batu-batu lain yang lebih di bawah akan terkena batu yang jatuh tadi dan akhirnya menimbulkan longsor.

Puncak tertinggi Merapi ditandai dengan sebuah batu gepeng yang bentuknya menyerupai burung Garuda. Sehingga dikenal dengan puncak Garuda. Namun saat ini batu tersebut telah terpotong pada sisi sayap kanan akibat letusan. Dari Puncak Garuda kita dapat melihat kubah lava baru Merapi yang tak henti-hentinya mengeluarkan asap tepat di sisi di bawah puncak ( sisi Selatan ).


Selain itu tampak pula Gunung Sindoro dan Sumbing di sisi Barat Laut. Gunung Merbabu juga tampak gagah di sebelah Utara. Dan nan jauh di sebelah timur akan tampak puncak dari Gunung Lawu.

Friday 7 August 2009

GUNUNG NGLANGGERAN sang gunung berapi purba

0 comments


Mungkin jarang ada yang mendengar nama Gunung Nglanggeran. Gunung Nglanggeran merupakan gunung berapi purba yang aktif sekitar 70 juta tahun yang lalu. Bentuk gunung ini tidak seperti gunung berapi di Indonesia yang umumnya meruncing ( stratovolcano ). Gunung Nglanggeran dengan ketinggian sekitar 700 mdpl terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Nama Nglanggeran menurut warga sekitar berasal dari kata Plangaran yang bermakna setiap perilaku jahat pasti tertangkap. Gunung ini tersusun dari banyak bongkahan batuan besar yang disebut gunung Wayang karena bentuknya seperti tokoh pewayangan.

Gunung Nglanggeran menawarkan sensasi pendakian malam bertaburkan cahaya. Kenapa lebih baik mendaki malam hari ? Di malam hari, setelah tiba di puncak gunung, kita dapat menikmati indahnya cahaya lampu kota Yogyakarta, Klaten bahkan Solo.



MAKANAN MUDAH DIDAPAT DAN MURAH

Berbeda dengan pendakian gunung pada umumnya yang harus membawa bekal makanan, minuman dan tenda. untuk mendaki gunung Nglanggeran kita tidak perlu membawa makanan yang banyak ataupun tenda. Asalkan sudah pesan sebelum naik gunung, masyarakat di sekitar gunung siap mengantarkan makanan dan minuman sampai ke puncak gunung. Harga aneka makanannya pun sangat murah. Nasi rames yang diantar sampai ke puncak dengan keringat bercucuran cukup dibayar Rp.3000 per bungkus.

CERUK
Di gunung yang seluruh tubuhnya berupa batuan keras ini terdapat banyak sekali ceruk batuan yang dapat digunakan sebagai tempat istirahat. Ceruk batuan ini bahkan sanggup melindungi dari kencangnya terpaan angin bahkan hujan.

JALUR PENDAKIAN
Gunung Nglanggeran memiliki 2 jalur pendakian dengan tingkat kesulitan yang berbeda pula. Yang satu merupakan jalur mudah, sedang yang satunya lagi jalur dengan tingkat kesulitan sedang. Untuk para pendaki biasanya banyak memilih jalur dengan tingkat kesulitan sedang.

Di karenakan di jalur ini memiliki tantangan yang lebih mendebarkan dan pemandangan yang lebih indah. Memanfaatkan pemandu warga sekitar bagi pendaki menjadi pilihan terbaik, karena gunung ini memiliki jurang dan lembah yang cukup dalam. Menapaki batuan dengan kemiringan 45 derajat sepanjang kurang lebih 0,5 km kita akan berjumpa dengan batuan landai pertama yang bernama 'Latar Gede'. Di sini kita bisa menikmati indahnya matahari terbenam. Dari sini pula Gunung Merapi terlihat begitu anggun berselimutkan cahaya jingga pada senja hari. Bagian tersulit sekaligus menegangkan adalah ketika kita menjumpai celah di antara 2 batu gunung setinggi lebih dari 100 m. Celah ini sempit dan hanya muat dilewati satu orang dan sering disebut Goa Jepang. Untuk bisa melewatinya kita harus merambat perlahan dengan menginjak dinding batuan.

28 MATA AIR
Di gunung ini banyak ditemukan mata air yang tak pernah kering. Jadi tidak heran bila pada jaman perang, tempat ini menjadi persembunyian tentara Jepang. Menurut warga sekitar, mata air itu berasal dari rembesan telaga mistis yang disebut Telaga Wungu. Konon hanya orang berhati bersih yang dapat melihat keberadaan telaga tersebut.

PUNCAK NGLANGGERAN

Puncak tertinggi dari Gunung Nglanggeran dapat kita jumpai setelah berjalan lebih kurang 2 jam. Puncak tersebut dijuluki Gunung Gede, berupa bongkahan batuan seluas 1/2 hektar. Di puncak tertinggi inilah kita dapat menikmati suguhan cahaya. Kita juga menikmati terbitnya bulan dari arah timur. Tak hanya taburan cahaya alam, kerlap-kerlip cahaya kota Yogyakarta, Klaten dan Solo pun menampakkan kecantikannya. Jurang yang mengelilingi Gunung Gede konon merupakan bekas kawah dari gunung berapi purba. Jauh dari hiruk pikuk kota, di sini yang terdengar hanyalah suara deru angin, jangkrik dan sesekali dahan patah oleh gerakan binatang.
Setelah menikmati terbitnya matahari, kita disuguhi hijaunya alam pegunungan. gunung Nglanggeran juga merupakan rumah bagi aneka flora dan fauna langka seperti : kijang dan cendana liar.

Tuesday 4 August 2009

GUNUNG LAWU

0 comments


Gunung Lawu dengan ketinggian 3265 mdpl ( meter di atas permukaan laut )terletak di perbatasan Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Tepatnya di antara kabupaten Karanganyar dan kabupaten Magetan. Gunung ini merupakan obyek wisata andalan kedua kabupaten tersebut. Gunung Lawu termasuk jenis gunung berapi stratovolcano. Tidak tercatat adanya letusan semenjak abad ke-19. Namun pernah terjadi gempa pada tahun 1978 dan 1979.

Gunung Lawu memiliki julukan "raksasa yang sedang tidur". Memang bila terlihat dari kota Solo ( dari barat ), gunung ini tampak besar dan lebar memanjang dari utara ke selatan. Namun bila dipandang dari kota Ngawi di sisi utara, gunung ini tampak runcing.
Pendakian Gunung Lawu dapat dilakukan melalui 2 jalur utama, yaitu Cemoro Kandang di Jawa Tengah dan Cemoro Sewu di Jawa Timur. Kedua Gerbang pendakian ini berjarak sangatlah dekat, kurang lebih 200 m. Jalan raya beraspal di antara Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu merupakan jalan raya tertinggi di pulau Jawa, berada di ketinggian 1900 mdpl. Di antara kedua gerbang pendakian ini terdapat gapura besar dan jembatan yang merupakan penanda batas Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jadi bila kita berdiri di atas jembatan tersebut berarti kita telah berdiri di 2 propinsi secara bersamaan..he.he.. Jalur Cemoro Kandang memiliki medan yang lebih landai namun lebih jauh, kurang lebih 12 km dengan jalur dominan tanah. Namun pos-pos penakiannya sangat baik, berupa bangunan batu dengan atap. Jadi cukup hangat untuk bermalam. Di gerbang Cemoro Kandang tidak terdapat rumah penduduk, yang ada hanya warung-warung penjual makanan dan minuman Sedang jalur Cemoro Sewu jaraknya lebih pendek, yaitu 9 km. Namun medannya lebih berat berupa tangga bebatuan. Di gerbang Cemoro Sewu terdapat pula Masjid, perumahan penduduk dan warung makan.

JALUR CEMORO KANDANG

Di Cemoro Kandang para pendaki biasanya packing ulang di warung-warung yang banyak terdapat di depan gerbang sambil memesan makanan.

Pendakian menuju puncak dimulai dari gerbang menuju Pos I ( Taman sari Bawah ) yang berada di ketinggian 2300 mdpl dengan jarak 1,2 km yang dapat ditempuh selama 1 jam.

Perjalanan dilanjutkan menuju Pos II ( Taman Sari Atas )yang berada di ketinggian 2470 mdpl dengan jarak 1,5 km yang ditempuh selama 45 menit - 1 jam.

Di Pos II terdapat persimpangan. Yang ke kiri untuk melanjutkan ke Pos III, sedang yang ke kanan menuruni jalur yang curam sampai di sungai yang merupakan perbatasan jawa tengah - Jawa Timur. Dengan menelusuri sungai tersebut ke arah hulu, sekitar 300 m kita akan menjumpai kawah kecil yang aktif. Di dekat kawah itu terdapat sumber air panas yang menyembur ( Glaiser )yang mengandung belerang. Glaiser ini sering menyemburkan air panas dalam rentang waktu tertentu. Semburannya sangat tinggi disertai suara keras yang mirip tiupan angin. Bahkan bila kita masih berada di gerbang Cemoro Kandang pun bisa mendengarnya.

Perjalanan ke Pos III ( Penggik ) dengan ketinggian 2760 mdpl sejauh 2,6 km dapat ditempuh selama 1 jam 45 menit - 2 jam. Dalam perjalanan menuju Pos III kita akan melewati jalur yang sempit dengan jurang tepat di sisi kiri dengan hanya berpagarkan 2 untai kawat besar. Jurang yang cukup dalam tersebut di sebut jurang Parang Gupito dan jurang Pangarip-arip. Di dasar jurang banyak terdapat kawah-kawah kecil. Di sepanjang jalur ini pula kita akan banyak menjumpai sumber air kecil di sisi kanan tepat di bawah tebing.

Menuju Pos IV ( Cokro Srengseng / Cokro Surya ) yang berketinggian 3025 mdpl dengan jarak 1,5 km dapat ditempuh selama 1,5 jam. Di rute ini kita akan melewati Sndang Panguripan. Ada 2 rute : yang berkelok-kelok ( memutar ) atau jalur terjal ( trek ). Jalur yang berkelok konon merupakan jalur berkuda di masa lalu, sedangkan jalur terjal merupakan baypass yang terbentuk oleh aliran air hujan. Di Pos IV terdapat pondok namun sudah rusak dan sebuah memoriam. Pos IV merupakan tempat yang sangat terbuka, banyak tempat datar dan matahari sangat terik di siang hari.

Perjalanan dari Pos IV ke Pos V berjarak 1,5 km dapat ditempuh selama 1 jam. Dilanjutkan ke Puncak ( Hargo Dumilah ) sejauh 1,3 km selama 45 menit. 5 menit setelah Pos V terdapat persimpangan. Yang ke kanan akan lebih cepat, diawali dengan tanjakan sepanjang 7 m lalu menurun. 5 menit setelahnya kita akan masuk semak kemudian bebatuan, dari sisni puncak sudah dekat. Namun bila di persimpangan tadi kita ambil yang lurus, jalur tersebut akam\n memutar lebih jauh.

Di puncak ( Hargo Dumilah ) terdapat tugu setinggi 1,5 m sebagai penanda titik tertinggi Gunung Lawu. Di sebelah selatan puncak kita melihat tanah lapang yang letaknya jauh di bawah, biasanya tempat itu selalu di pakai untuk upacara 17 Agustus. Selain itu banyak juga pendaki yang menuliskan namanya besar-besar dengan cara mengatur batu-batu hingga membentuk sebuah nama.

Di sebelah barat laut puncak kita akan menemukan petilasan yang diberi nama Hargo dalem. Terdiri dari 3-4 bangunan seng yang di tempati oleh beberapa orang. Biasanya tempat ini selalu dihampiri oleh pendaki yang mau turun. Di sini kita dilarang ribut, berkata-kata kotor, alas kaki harus dilepas bila ingin masuk ke sebuah rumah dan tidak diperbolehkan memotret. Disini juga terdapat persimpangan dari jalur Cemoro Kandang dan jalur Jogorogo.

PETA JALUR PENDAKIAN VIA CEMORO KANDANG DAN CEMORO SEWU


JALUR CEMORO SEWU

Di sekitar Cemoro Sewu banyak mterdapat rumah penduduk, masjid, warung makan dan juga toko perlengkapan pendakian. Para pendaki biasanya packing ulang di warung makan dan di masjid. Tapi masjidlah yang selalu rame untuk tempat persiapan pendakian. Selain lebih luas, di masjid juga terdapat fasilitas MCK sehingga pendaki bisa sekalian mengambil persediaan air. Dengan membayar Rp.1000 kita sudah bebas mau mandi atau sekedar buang air dan cuci muka. Yang unik dari jalur ini ialah, saat musim ramai pendakian seperti tahun baru, 17 Agustus, 1 Suro dan libur besar akan banyak penjual makanan di Pos I, II dan III. Makanan yang dijual mulai dari nasi rames, gorengan, air mineral bahkan bakso pun ada. Jadi pada saat itu jika ingin mendaki kita tidak perlu membawa bekal yang banyak.

Pendakian dimulai menuju Pos I ( Wesen-wesen ) di ketinggian 2100 mdpl yang ditempuh selama 1 jam. Di awal kita langsung memasuki vegetasi yang cukup lebat dengan berbagai jenis tanaman. Setelah berjalan 0,5 jam kita akan memasuki hutan pinus ( namun sekarang sudah hampir gundul berganti fungsi menjadi ladang sayuran ). Medan di sini cukup landai dengan permukaan jalan berupa batuan yang ditata. Cukup lebar, bahkan terkadang kita akan bertemu dengan mobil kap terbuka yang mengangkut hasil ladang. Di Pos I terdapat beberapa pondok dari kayu beratap daun yang dapat dipakai untuk beristirahat.

Perjalanan ke Pos II ( Watu Gedek ) di ketinggian 2300 mdpl dapat ditempuh selama 1,5 - 2 jam dengan melewati medan berbatuab besar. Vegetasi di sini cukup jarang dikarenakan kebakaran hebat beberapa tahun yang lalu. Di Pos II terdapat 1 pondok beratap namun tanpa dinding tepat di bawah tebing tinggi. Mulai di Pos II vegetasi kembali lebat kembali.

Di sepanjang jalur dari Pos II sampai III bahkan Pos IV, kita akan banyak menjumpai tanaman buah beri berwarna merah dengan rasanya yang kecut segar. Kadangkala juga ada yang berwarna biru atau hitam dengan rasa yang lebih manis. Buah beri ini banyak terdapat di sisi kanan dan kiri jalur pendakian.

Perjalanan ke Pos III ( Watu gede ) di ketinggian 2500 mdpl mulai melalui medan yang mulai berat beupa tangga batuan yang terbentuk oleh aliran air hujan. Medan seperti ini akan terus kita lalui sampai Pos IV. Jarak tempuh ke Pos III selama 1,5 jam. Memang tersa jauh dan melelahkan, namun kita bisa memilih melewati jalur pintas berupa jalur trek yang banyak terdapat tetapi harus teliti untuk menemukannya. Di Pos III tidak terdapat pondok. Yang ada hanyalah beberapa batu besar yang bisa dipakai untuk berlindung dari terpaan angin.

Dari Pos III ke Pos IV ( Watu Kapur ) akan melewati medan yang sama seperti dari Pos II ke Pos III. Pos IV di ketinggian 2800 mdpl dapat ditempuh selama 1 jam. Sebelum sampai di pos IV kita akan melewati bukit kapur putih di sisi kanan yang menjorok ke selatan. Di sini kita dapat berfoto seolah-olah kta berada di gunung bersalju. Pos IV berupa tempat terbuka tanpa ada bangunan. Sebaiknya jangan beristirahat di sini karena Pos IV merupakan jalur angin yang kencang. Lanjutkan ke Pos V yang hanya berjarak kurang dari 30 menit.

Sebelum sampai di Pos V, di sisi kiri kita akan menemui gua curam yang dalam sepeti sumur. Di sebut denga Sumur Jolotundo. Setelah melewati sumur tersebut kita akan menemui cekungan dengan diameter 5 m yang cukup hangat untuk beristirahat. Dan Pos V tepat di atas cekungan itu. Bangunan Pos V hanya tinggal rangka kayu.

Dari pos V, perjalanan ke puncak diawali dengan melewati sebuah turunan terjal sepanjang 10 m yang dulu merupakan bekas aliran lahar. Setelah itu kita langsung menjumpai tanjakan dengan kemiringan 35 derajat yang berpasir dan berkerikil. Tidak heran, karena di sisi sebelah kiri kita merupakan bekas kawah aktif yang sudah mati. Diameter kawah ini sekitar 700 m dengan latar sebuah tebing yang sangat tinggi. Setelah ini medan akan landai sampai ke Sendang Drajat yang berjarak 10 menit berjalan. Namun para pendaki perlu berhati-hati. Karena di sisi kanan jalur adalah jurang yang sangat dalam. dari jalur ini juga kita bisa menikmati Telaga Sarangan jauh di bawah dengan leluasa.

Di Sendang Drajat kita akan menemui mata air. Kita boleh mengambil airnya, namun harus tetap menjaga kebersihan. Di sekitar sendang Drajat terdapat 2 buah gua buatan. Satu gua di pakai sebagai warung yang menyediakan logistik bagi pendaki. Sedang yang satu lagi di pakai sebagai tempat istirahat para pendaki.

Untuk menuju puncak, dari Sendang Drajat kita berjalan lagi sejauh kurang lebih 100 m. Kita akan menemui persimpangan, yang ke kanan akan menuju ke Hargo Dalem, sedang yang nurus menanjak ke puncak ( Hargo Dumilah ). Sebaiknya kita ambil yang lurus. Walau berupa tanjakan terjal kita akan lebih cepat mencapai puncak. Sebelum sampai di puncak, kita akan sampai ke hutan Edelwis. Puncak Lawu di tandai dengan tugu setinggi 1,5 m.